Soal Fasilitas Rantai Dingin, Peternak Tagih Pengawasan Pemerintah

Soal Fasilitas Rantai Dingin, Peternak Tagih Pengawasan Pemerintah  
Peternak menagih pengawasan pemerintah terhadap produsen ayam ras potong (livebird) dengan kapasitas produksi paling rendah 300.000 ekor per minggu agar memiliki Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) yang memiliki fasilitas rantai dingin. Kewajiban ini tertuang dalam Pasal 12 Permentan Nomor 61/2016 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras yang ditandatangani Menteri Pertanian pada 6 Desember 2016. Ketua Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan) Herry Dermawan mengatakan peternak livebird dengan kapasitas produksi lebih dari 300.000 ekor per minggu wajib memiliki RPHU mulai Desember 2017. Selain itu, beleid itu menganahkan pelaku usaha integrasi mengalokasikan 50% DOC ke pelaku usaha mandiri, koperasi, dan peternak. Oleh karena itu, pihaknya segera menagih pengawasan oleh pemerintah terkait kewajiban itu. 

Kewajiban memiliki RPHU dengan fasilitas rantai dingin berlaku setelah satu tahun sejak Permentan Nomor 61/2016 diundangkan atau mulai 7 Desember 2017. Bagi yang tidak memiliki RPHU dengan fasilitas rantai dingin dapat dikenai sanksi berupa penghentian kegiatan penyediaan dan peredaran ayam ras, pencabutan izin usaha, hingga pengenaan denda. Ini tertuang dalam Pasal 26. 

“Artinya pemerintah sudah berpihak pada peternak rakyat [dengan beleid itu]. Namun, belum ada implementasinya,” katanya saat ditemui Bisnis, pada Rabu (8/11/2017). 

Ketua Umum Perhimpunan Peternak Unggas Nasional (PPUN) Sigit Prabowo mengatakan pemerintah dapat menata perunggasan nasional, khususnya ayam broiler, melalui penanganan pascapanen. Penanganan pascapanen menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi. 

Apalagi, pemerintah memiliki perangkat regulasi diantaranya Permentan Nomor 61/2016. “Jika aturan ini diimplementasikan, maka stabilisasi harga ayam khususnya broiler (livebird) dan daging ayam karkas dapat lebih mudah dilaksanakan,” katanya melalui pesan singkat, Kamis (9/11). 

Sigit berpendapat sudah saatnya industri dan kemitraannya yang telah menguasai porsi budidaya lebih dari 85% mulai mengubah pola pasar dari livebird ke ayam beku/dingin. Yang selanjutnya, bermuara ke pasar ritel modern dan Horeka. “Biarlah pasar tradisional menjadi bagian dari peternak rakyat UMKM yang skala usahanya kurang dari 300.000 ekor per minggu,” imbuhnya. Oleh: Azizah Nur Alfi, Editor : Bunga Citra Arum, Bisnis Indonesia.