PEMBANGUNAN INDUSTRI RANTAI DINGIN YANG TEPAT MENJADI TANTANGAN

Sistuasi iklim global yang kurang bersahabat bagi manusia menjadikan perhatian khusus bagi semua negara di dalam penyediaan makanan yang mencukupi dan tersedia sepanjang tahun dengan proses pengiriman dan penyimpanan yang baik. Rantai pasokan berpendingin menjadi krusial untuk terus diinovasi dan dapat diterapkan dengan baik sehingga didapatkan efisiensi biayanya.

Perihal ini terungkap pada acara Global Food Supply Chain Conference ke-17, 11-12 Juli 2025 di Fuzhou, China. Berbagai topik konferensi digelar, mengikuti trend terkini dari rantai dingin global terutama di China, seperti: 1. Reinvention – Exploring Pathways for Evolution in the New era, 2. End to End Quality and Cold Chain Management, 3. Sustainability Supply Chain, 4. Challenges for Localization and Breakthrough in the Globalization for Business. Etc. ARPI sendiri meberikan informasi bagaiman perkembangan industry rantai dingin nasional yang mendatang harus lebih proper dengan kajian supply dan demand, kebutuhan teknologi untuk menekan baiaya operasional, dan pemetaan industry di dalam mendukung penyediaan fasilitas rantai dingin, terutama lintas pulau.

ARPI sendiri menjelaskan bahwa Indonesia sebagai negara maritim dan kepulauan mempunyai tantangan bagaimana dapat menyediakan makanan bergizi di semua area dengan harga yang terjangkau. Disparitas harga makanan harus dapat ditekan seminimal mungkin. Karena itu tren utama permintaan layanan rantai dingin ada di mile pengiriman makanan dan penyimpanan makanan, yang dapat dipesan secara online. Semu aitu membuat peluang pertumbuhan bisnis fulfilment, e-commerce dan last mile delivery meningkat permintaannya. Ketersediaan energi secar kontinu telah menjadi kebutuhan mendasar dan krusial. Karena itu inovasi harus terus dilakukan oleh semua pemain rantai dingin di Indonesia, terutama di dalam menekan biaya energi di dalam operasional. Sistem digitalisasi yang inovatif mutlak diperlukan di dalam mendukung konektivitas sistem rantai dingin yang diterapkan tersebut.

Dalam kesempatan ini, ARPI juga melihat secara langsung area cold chain yang terintegrasi di PLB Fuzhou. Dengan mempunyai beberapa titik di beberapa kota di China, PLB yang dikelola oleh BUMN ini mengendalikan ekspor impor produk siap proses untuk makanan dan farmasi yang lanjut dapat diproses merubahnya menjadi produk siap dikonsumsi / digunakan.

Dalam kesempatan sebagai narasumber di acara ini, ARPI mengajak pelaku industri rantai dingin di China dan asosiasi yang mengayominya untuk dapat hadir di acara Indonesia Cold Chain Infrastructure Summit, 19-20 Agustus 2025 dan Indonesia Cool Tech Expo (SIAL Interfood), November 2025. Temu bisnis di acara tersebut menjadi kesempatan yang baik di dalam menjalin kerjasama usaha.

DEVELOPING AN APPROPRIATE COLD CHAIN INDUSTRY IS A CHALLENGE

The global climate situation, which is less than ideal for humans, places particular emphasis on ensuring sufficient and year-round food availability through proper shipping and storage processes. Continuous innovation and effective implementation of the refrigerated supply chain are crucial for achieving cost efficiency.

This was highlighted at the 17th Global Food Supply Chain Conference, held July 11-12, 2025, in Fuzhou, China. Various conference topics were presented, following the latest trends in the global cold chain, particularly in China, such as: 1. Reinvention – Exploring Pathways for Evolution in the New Era, 2. End-to-End Quality and Cold Chain Management, 3. Sustainable Supply Chain, 4. Challenges for Localization and Breakthroughs in Globalization for Business, etc. ARPI itself provides information on how the future development of the national cold chain industry must be more proper with supply and demand studies, technology needs to reduce operational costs, and industry mapping to support the provision of cold chain facilities, especially across islands.

ARPI explained that Indonesia, as a maritime and archipelagic nation, faces the challenge of providing nutritious food at affordable prices in all areas. Food price disparities must be minimized. Therefore, the main trend in demand for cold chain services is in the food delivery and storage sectors, which can be ordered online. All of this creates growth opportunities for fulfillment, e-commerce, and last-mile delivery businesses. Continuous energy availability has become a fundamental and crucial need. Therefore, all cold chain players in Indonesia must continue to innovate, particularly in reducing operational energy costs. An innovative digitalization system is absolutely necessary to support the connectivity of the implemented cold chain system.

On this occasion, ARPI also directly observed the integrated cold chain area at the Fuzhou PLB. With several points in several cities across China, this PLB, managed by a state-owned enterprise, controls the import and export of ready-to-process food and pharmaceutical products, which can then be further processed into ready-to-consume/use products.

In his capacity as a resource person at this event, ARPI invited cold chain industry players in China and their sponsoring associations to attend the Indonesia Cold Chain Infrastructure Summit, August 19-20, 2025, and the Indonesia Cool Tech Expo (SIAL Interfood Expo), November 2025. The business meetings at these events are a good opportunity to establish business collaborations.