Public Relations PT Terminal Petikemas Surabaya M. Soleh mengatakan pihaknya telah melakukan elektrifikasi atau peralihan dari penggunaan mesin berbahan bakar fosil ke penggunaan mesin energi listrik terhadap 9 unit container crane.
“Sekarang [setelah elektrifikasi], breakdown time berkurang. Dulu sebulan bisa dua crane hingga tiga crane yang tidak beroperasi,” ujarnya di Surabaya, Jumat (9/6/2017).
Soleh menuturkan untuk proses elektrifikasi 9 unit crane tersebut, TPS mengeluarkan biaya senilai Rp50 miliar. Selain melakukan elektrifikasi crane, TPS juga baru saja menambah tiga crane baru yang dibeli dari Finlandia.
Pembelian ketiga crane yang sudah menggunakan energi listrik tersebut menelan biaya US$300 juta. Tiga unit crane baru tersebut dapat menangani kapasitas kapal petikemas yang lebih besar.
Jika pada umumnya crane di Tanjung Perak hanya dapat menjangkau 13–14 row, crane baru tersebut twin lift dan dapat melayani hingga 16 row. Jangkauan tersebut memungkinkan TPS melayani kapal berkapasitas hingga 3.000 TEUs.
Soleh menyebutkan TPS tidak hanya menggunakan crane yang diimpor dari luar negeri, namun juga menggunakan crane yang dibuat oleh BUMN, yakni PT Barata Indonesia (Persero).
Adapun, selama ini, arus petikemas internasional di Pelabuhan Tanjung Perak masih didominasi oleh TPS, dengan persentase sampai 87,6% dibandingkan dengan Terminal lainnya di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Sebagai terminal yang menangani proses bongkar muat kapal-kapal internasional, TPS memerlukan peningkatan alat agar dapat turut melancarkan arus logistik dan menjamin kelancaran proses bongkar muat.
Selain modernisasi crane, tahun lalu TPS telah melakukan pendalaman kolam pelabuhan di dermaga internasional yang semula -10,5 LWS menjadi -13LWS sehingga kapal dengan draft hingga -12 LWS dapat dilayani.
TPS menargetkan dari semua investasi yang dilakukan yaitu elektrifikasi 9 unit container crane, penambahan tiga unit container crane baru, dan pendalaman kolam mampu mendorong pertumbuhan arus peti kemas minimal 3%.