Site icon ARPIonline

RANTAI PENDINGIN : Pertumbuhan Diyakini Double Digit

KORAN BISNIS INDONESIA

RANTAI PENDINGIN : Pertumbuhan Diyakini Double Digit

21 Juli 2017 – 02:00 WIB, Oleh : Azizah Nur Alfi

JAKARTA – Asosiasi Rantai Pendingin Indonesia (ARPI) menargetkan industri rantai pendingin dapat tumbuh dua digit atau lebih dari 10% pada 2019, menyusul keikutsertaannya dalam platform kerjasama di regional Asia Pasifik.

Platform tersebut bernama Asia Pacific Food & Cold Chain Cooperation (APFCCC).

Ketua Umum Asosiasi Rantai Pendingin Indonesia (ARPI) Hasannudin Yasni mengatakan sejak dua tahun terakhir industri rantai pendingin hanya tumbuh 3%-4%, jauh dari target yang dipasang sebesar 7%. Padahal, China dapat tumbuh hingga dua digit.

Dia menambahkan, untuk membangun sistem rantai pendingin perlu investor lokal maupun asing, dengan investasi sekitar Rp12 juta per ton.

“Kita memang perlu investor lokal maupun asing karena jika mengikuti teknologi, maka butuh Rp12 juta per ton untuk rantai pendingin,” imbuhnya ketika dihubungi Bisnis, Rabu (20/7).

Selain itu, Hasan menilai perlu ada regulasi tentang pengawasan suhu untuk pendistribusian produk segar. Ini untuk menjamin bahwa dalam perjalanannya, suhu produk segar tersebut tetap stabil.

Melalui regulasi tersebut, dia meyakini industri rantai dingin dapat tumbuh pesat dan harapannya keinginan tersebut dapat terealisasi tahun ini.

Dia melanjutkan, infrastruktur rantai dingin dapat mengurangi penyusutan menjadi 15% seperti di China. Saat ini rata-rata penyusutan mencapai 40% dari total produk segar pada 2016 sebesar 55 juta ton mulai dari pascapanen ke konsumen.

“Ketika rapat dengan BPOM dan asosiasi, secara bertahap di pasar tradisional akan disediakan fasilitas cold chain,” katanya.

Nota kesepahaman APFCCC yang ditandatangani pada 11 Juli 2017 di Dalian, China, imbuh Hasan, berguna sebagai sarana komunikasi dan mempercepat pertumbuhan industri rantai dingin di regional Asia Pasifik.

Bagi ARPI yang hadir mewakili Indonesia, kerjasama ini akan berdampak positif dengan semakin tertariknya investor asing untuk ikut mengembangkan infrastruktur rantai pendingin terutama di industri logistik berpendingin, transportasi berpendingin baik dengan truk maupun kereta serta mempercepat penguasaan teknologi pendingin bagi industri lokal.

Dalam keterangan resmi kepada Bisnis, Wakil Presiden CFLP Wijie Ma mengutarakan APFCCC akan membawa nilai tambah bagi anggotanya dengan membuka jaringan partner bisnis baru, pelatihan, pembaruan peraturan, standar kehandalan mesin-mesin, dan pengawasan operasional dengan tingkat biaya dan resiko yang rendah.

Kesepakatan ini digelar dalam pertemuan lintas asosiasi yang dihadiri delegasi dari China, Jepang, Korea, Indonesia, Taiwan, Filipina, dan Hongkong di sela-sela agenda Global Cold Chain Summit pada 11-13 Juli yang dihadiri lebih dari 800 peserta dari 32 negara.

KAPASITAS TERPASANG

Khusus untuk produk segar jenis daging dan unggas, Hasan menyebut kapasitas terpasang rantai dingin nasional sebesar 245.000 ton untuk memuat 1,2 juta ton. Angka ini memperhitungkan frekuensi bongkar muat rata-rata lima kali dalam satu tahun.

Kapasitas terpasang ini baru memenuhi daya dukung 25% konsumsi nasional yakni 625.000 ton untuk daging dan 4,24 juta ton untuk produk unggas.

Hasan optimis rencana importasi daging kerbau asal India sebesar 51.728 ton hingga akhir tahun, dapat berkontribusi pada pertumbuhan industri rantai pendingin. Setidaknya rencana ini dapat menambah 5% daya dukung sistem rantai pendingin.

“Tapi dari target 5% mungkin hanya terealisasi 60%, karena kebiasaan konsumsi daging panas dan maraknya bahan pengawet,” katanya.

 

Exit mobile version