Site icon ARPIonline

Kontribusi Sektor Logistik Tinggi Tapi Biayanya Selangit

Catatan ARPI : Model infrastruktur logistik haruslah padu untuk semua jenis produk agar didapatkan value chain dengan tingkat efisiensi pengadaan yang optimum.

“Kontribusi Sektor Logistik Tinggi Tapi Biayanya Juga Selangit”

Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan biaya logistik tertinggi. Perbandingan biaya logistik Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) sekitar 26%.

Wakil Ketua Kadin Bidang Logistik dan Rantai Pasok Rico Rustombi mengatakan, hal tersebut merupakan sebuah ironi. Pasalnya, berdasarkan data Kadin kontribusi sektor logistik terhadap PDB mencapai 7,16%.

“Kontribusi sektor logistik sangat besar. Jadi kalau perbandingan biaya logistik terhadap PDB bisa ditekan sampai 20% saja akan sangat luar biasa,” ujarnya di Jakarta, Kamis (5/10/2017).

Masalahnya saat ini, kata Rico, dari sekian banyak proyek infrastruktur yang dibangun pemerintah belum ada yang secara spesifik ditujukan untuk logistik.

Menurutnya, biaya logistik bisa turun bukan hanya terkait dengan infrastruktur atau sumber daya manusia semata, tetapi harus ada platform yang disepakati.

“Genjot infrastruktur baik, tapi harus ada infrastruktur yang dibangun khusus untuk logistik. Sampai sekarang belum ada informasi. Kami hanya dapat data secara umum,” imbuhnya.

Kadin berharap pemerintah dapat mengidentifikasi infrastruktur mana saja yang punya korelasi terhadap penurunan biaya logistik.

Mengenai platform, pemerintah sebenarnya sudah punya sistem logistik nasional (Sislognas). Namun implementasinya hingga kini belum dirasakan oleh pelaku usaha.

Wakil Ketua Kadin Bidang Perhubungan Carmelita Hartoto menjelaskan, pelaku logistik ingin Sislognas dijalankan sesuai dengan rancangan awal. Namun dia menilai pemerintah tak melakukan sosialisasi dengan maksimal. Akibatnya kebijakan pemerintah diartikan berbeda-beda oleh pemerintah daerah.

“Di lapangan pengusaha menghadapi masalah yang beda-beda padahal kulitnya tetap satu,” jelasnya.

Disadur dari : Bisnis Indonesia, editor : Fajar Sidik

 

Exit mobile version