Industri Cold Chain Nasional dalam dekade 3 (tiga) tahun terakhir ini tumbuh dan berkembang sesuai dengan permintaan pasar dalam menyimpan dan mendistribusikan produk segar (makanan) serta farmasi. Dari tahun 2016 hingga 2018 rerata pertumbuhan industri cold chain sebesar 6 (enam) persen untuk penyimpanan dingin (frozen dan chilled temperature) dan 17 (tujuh belas) persen untuk sarana distribusi (angkutan) berpendingin. Pada tahun 2019 yang baru saja berlalu dimana pada tahun ini merupakan puncak tahun politik, industri cold chain nasional masih tetap tumbuh, masing-masing 4 (empat) persen dan 24 (dua puluh empat) persen dari tahun sebelumnya (YoY). Pertumbuhan reefer transport ini dipicu karena agresifitas industri 3 PL (third party logistics).
Dengan keinginan bersama antara instansi pemerintah terkait dengan ARPI di dalam membangungun infrastruktur cold chain nasional, pertemuan membahas program kedepan sudah banyak dilakukan bersama. Ditambah lagi dengan pertemuan khusus ARPI dengan beberapa asosiasi mancanegara serta investornya, menandakan pertumbuhan industri cold chain tetap akan berjalan walaupun dihadapi dengan situasi krisis moneter global akibat perang dagang serta cuaca ekstrim global yang mempengaruhi produktivitas bahan pangan, tetapi sebaliknya permintaan farmasi semakin meningkat tajam. Dengan situasi ini, efisiensi penyimpanan produk-produk tersebut serta pendistribusian menjadi perhatian khusus. Efisiensi pemakaian energi yang ada dan alternatifnya menjadi pilihan kedepan untuk produk-produk pendingin serta kelengkapannya.
Indonesia mempunyai sarana pelabuhan laut sebanyak 818 pelabuhan, baik sebagai sarana pelabuhan besar utama mapun sebagai pelabuhan kecil penghubung. Karena itu ARPI mengadvokasikan tentang pengelompokkan fungsi pelabuhan: sebagai remote area, sebagai penghubung, dan sebagai pelabuhan utama (collecting point ataupun internasional) yang dilengkapai dengan sarana dan prasarana cold chain yang baik.
Sebagai negara maritim dan kepulauan, sarana distribusi melalui udara, laut dan darat menjadi pusat perhatian pertumbuhan yang harus dilakukan secara bersamaan. Di pulau Jawa lebih disukai angkutan darat, tetapi dalam menghubungkan antara wilayah barat dan timur, diperlukan angkutan laut yang memadai. Program Tol laut (Sea toll) telah dicanangkan, tetapi masih terkendala dengan faktor cuaca ekstrim, efisiensi dan manajemen pembiayaan. Sebenarnya, sektor perikanan dan unggas bisa dijadikan prioritas pertama pada manajemen pendistribusian produk dari wilayah barat ke timur dan sebaliknya, di dalam memenuhi permintaan dan peningkatan kualitas gizi masyarakat. Sedangkan angkutan udara bersifat sebagai pelengkap dan urgensi ke wilayah terpencil dan terkendala dengan infrastruktur angkutan darat nya.
Diawali dengan Dialog Nasional Cold Chain Infrastructure, ARPI membahas tuntas tentang kondisi infrastruktur, fasiltas yang harus diadakan, standardisasi, pengaturan biaya-biaya fiskal, serta SDM nasional yang lebih memadai kedepan. ARPI memprediksi bahwa di tahun 2020, industri cold chain nasional tetap akan tumbuh walau kendala yang akan ada harus dikelola dengan lebih baik. Industri cold strorage tetap akan tumbuh 4-5 persen, reefer transport roda dua hingga roda enam masih bertumbuh baik, dua digit (10-11 persen) didalam menghubungkan area produksi ke area penampungan ataupun pasar pertama dan pabrik proses terdekat. Pendinginan sementara dalam angkutan yang menggunakan teknologi ice gel ataupun PCM (Phase Change Materials) beserta smart box nya akan bertumbuh signifikan pula dua digit (13-14 persen). Sementara itu, produk insulated panel untuk cleaning room, cold storage maupun cool box diprediksi akan tumbuh 6-7 persen. Secara nilai investasi baru di tahun 2020, industri cold chain nasional akan mencapai Rp 5,2 triliun yang terbagi atas: Rp 1,1 triliun untuk industri transportasi darat beserta sarana prasarananya, dan Rp 4,1 triliun untuk industri gudang beku dan penyimpanan dingin beserta sarana dan prasarananya. Industri swasta akan mendominasi hingga 75 persen, sisanya adalah dari pemerintah pusat dan daerah. Selain itu ARPI juga mengadakan seminar nasional lainnya di Bali, Surabaya, Makassar, Medan dan Banda Aceh, yang membahas sistem manajemen penyimpanan dan distribusi, updated technology dan digitalizing platform di dalam mempersiapakan industri cold chain logistics 4.0.
Pengadaan jasa services dengan standar kompetensi kerja yang tersertifikasi, merupakan tantangan tersendiri di sektor industri cold chain ini, terutama di industri refrigerasi penyimpanan dan pendistribusian produk selain dari sektor industri air conditioner. Program yang harus segera digarap bersama dengan instansi pemerintah berwenang akan mempercepat pertumbuhan industri ini dan alih teknologi bertahap di dalam menyediakan kegiatan perbaikan yang lebih cepat.
Bekerjasama dengan cold chain, holding association holding (GCCA, Global Cold Chain Alliance) dan World Food Logistics Organization (WFLO), ARPI mengadakan seminar bersertikfikat dengan mengetengahkan manajemen reefer transport dan efisensi energi pada sistem operasional 3 PL.
Dengan Working Group ISO PC 315 tentang Standardisasi Cool Parcel Delivery (intermediate temperature) yang menyempurnakan ISO sebelumnya yaitu ISO 23412, ARPI bahu membahu bersama BSN Indonesia memberikan advokasi kepada tim tentang standar baru ini yang akan difinalisasikan pada tahun 2020. Pertemuan ketiga Working Group ini diadakan di Jakarta pada November 2019 lalu.
Di dalam international event, ekspo maupun konferensinya, ARPI hadir sebagai peserta maupun pembicara di: China Refrigeration Expo (Shanghai), China Cold Chain & Pharmaceutical Expo & Conference (Wuxy), Asia Warehousing Expo & Asia Cold Chain Expo (Bangkok), Secutech Expo & Conference (Taipei), China Global Cold Chain Summit (Xing Dao), All India Cold Chain Seminar (Agra), VietFish Expo & Seminar (Ho Chi Minh), dan Asia Pacific Cold Chain Conference (Taipei).